Kisah Nabi Ismail as. dan Nabi Ibrahim as. menjadi wujud tawakal kepada
Allah
KEMBALI. UKMF Al
Fatih kembali menggelar acara investasi#2. Setelah bulan Maret mendapat supplay ilmu dari Ustadz Deniz Dinamiz
tentang ukhuwah dalam investasi#1. Dibersamai oleh ustadz Diar Rosdayana,
investasi#2 berlangsung di Taman Rumput FE (Senin, 22/4). Dengan tema “Harapan
itu Masih Ada” kegiatan tersebut dibuka dengan pembacaan tilawah. Kegiatan yang
diadakan di ruang terbuka diharapkan mampu meningkatkan syiar Al Fatih kepada
seluruh mahasiswa muslim di FE.
“Harapan itu Masih Ada” yang
diartikan sebagai sebuah ketaqwaan kepada Allah dengan sebuah ikhtiar dan
tawakal kepada-Nya, Ustadz Diar mengawali materinya dengan cerita kisah Nabi
Ibrahim as.
Kisah Nabi
Ibrahim as. bersama istrinya, Siti Hajar yang melakukan perjalanan dari Syriah
ke Mekkah selama 6 bulan ketika Ismail masih kecil. Setibanya di Mekkah, Siti
Hajar harus menerima kenyataan bahwa suaminya harus meninggalkan dirinya dan
anaknya di Mekkah yang masih gersang dan tandus. Hal tersebut dikarenakan Nabi
Ibrahim as. harus menjalankan perintah dari Allah.
“Dari cerita
tersebut, kita dapat menggambil satu nilai yang sangat berharga, yakni prinsip Ketawakalan. Yakni dari kisah
Nabi Ibrahim yang rela meninggalkan anak istrinya demi perintah Allah”, Tutur
Ustadz Diar di sela-sela penyampaian materi.
Selain itu,
lanjutnya, “Sebagai seorang muslim, ketika kesalahan itu terjadi, hal pertama
yang kita lakukan seharusnya introspeksi diri. Ini tercermin dari Siti Hajar
ketika akan ditinggal Nabi Ibrahim.” Dalam hal tersebut Siti Hajar bertanya,
“Kenapa kau meninggalkanku? Apakah ini dosaku?”
Menurut Ibnu
Qayyim, Tawakal terdiri dari 2:
1.
Tawakal untuk menjalankan apa yang diinginkan.
2.
Tawakal untuk apa melakukan apa yang Allah
sukai.
Hal yang
membedakan antara kedua tawakal tersebut adalah ketika kita menjalankan tawakal
kedua, maka tawakal pertamapun akan kita peroleh. Namun, tidak demikian ketika
kita hanya menjalankan yang pertama.
Kisah Nabi
Ibrahim as. yang mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih putranya
sendiri, Nabi Ismail as. merupakan wujud dari tawakal untuk melakukan apa yang
Allah sukai. Karena Perintah Allah, Nabi Ibrahim as. rela melakukannya.
Berdasarkan tawakal kepada Allah-lah akhirnya Nabi Ibrahim as. mendapatkan
kebahagiaan, karena keinginannya untuk tetap bersama Nabi Ismail as. terpenuhi.
Sedangkan, dalam
hubungannya antara ikhtiar dan tawakal Ustadz Diar menyampaikan bahwa keduanya
memiliki keterkaitan. Ustadz Diar juga menyampaikan Surat An-Nisa ayat 71
tentang perintah untuk ikhtiar.
Beberapa kisah
tentang ikhtiar, antara lain:
1.
Tongkat Nabi Musa as. membelah laut merah
Ketika Nabi Musa as. dikejar oleh bala tentara Fir’aun di
laut merah. Dalam keadaan demikian, muncul rasa takut di hati Nabi Musa as.
Akan Tetapi, di saat itulah muncul perintah Allah untuk memukulkan tongkatnya
ke laut merah, dan akhirnya laut merah terbelah.
2.
Tongkat Nabi Musa as. berubah menjadi ular
Terjadi ketika Nabi Musa as. bersama Ahli Nujum yang
dalam kebiasaannya melemparkan ular. Pada saat itulah Nabi Musa as. juga
diperintah untuk melemparkan tongkat,
dan akhirnya tongkat tersebut berubah menjadi ular besar yang memakan
ular-ular kecil mereka.
3.
Makanan untuk Maryam
Dalam keadaan lapar dan haus, Siti Maryam duduk di bawah
pohon. Kemudian, ia memperoleh perintah dari Allah untuk menggoyangkan pohon
kurma yang sangat kokoh, dan akhirnya ia memperoleh makanan untuk menghilangkan
lapar dan haus.
Dari
beberapa contoh kisah diatas, Allah tidak serta-merta langsung memberikan
bantuan-Nya. Akan tetapi, semua melalui proses. Melalui proses melemparkan
tongkat, atau menggoyangkan pohon. Proses tersebutlah yang dimaksud dengan
ikhltiar. Ikhtiar seharusnya tidak berorientasi pada hasil, tetapi harus
diyakini dari semangat yang kita lakukan dan juga memperoleh bantuan dari
Allah.
- Walaupun ikhtiar merupakan pilihan, ikhtiar wajib dilakukan ketika menjadi perintah Allah.
- Mengutamakan ikhtiar dari tawakal merupakan hal yang bathil dilakukan.
- Ikhtiar tidak mungkin dilakukan ketika kegiatan yang dilakukan diharamkan Allah dan hanya mengutamakan tawakal semata.
- Ikhtiar mubah dilakukan harus dipertimbangkan berpengaruh atau tidak. Kalau hanya memiliki pengaruh kecil tidak perlu dilakukan.
Sesungguhnya tawakal dan ikhtiar hanya diri sendiri yang
bisa melihatnya. Maka dari itu, tawakal juga berhubungan dengan keimanan. Karena, bisa jadi ketika
ikhtiar lupa dengan perintah Allah, tetapi diakhir pasrah baru bertawakal kepada
Allah.
Jenis-Jenis tawakal:
1.
Tawakal kepepet
Ingat Allah ketika sudah diakhir dan kepepet. Hal tesebut
sama dengan kisah Fir’aun yang diakhir hayatnya baru berkata kalau percaya pada
Tuhan.
2.
Tawakal yang diniatkan
Tawakal yang sudah dilakukan sejak awal, dan diniatkan
untuk tawakal serta dilakukan terus menerus.
Karena, kita hidup di dunia seperti wayang yang sudah memiliki cerita
dan sekenario sendiri dan hanya menjalankannya kemudian berserah diri kepada
Allah.
Di akhir materinya, Ustadz Diar mengakhir dengan hadits
riwayat Timidzi yang mengatakan bahwa 70.000 orang yang masuk surga yakni orang
yang tidak menggunakan jampi-jampi dan dijampi-jampi, orang yang tidak meramal
nasib dan orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan takut kepada Allah. (Riqi
Astuti)
Wallahu alam bi
sawab.
lanjutkan berbagi kebaikan....
BalasHapusdo the best of the best n keep spirit AL-FATIH FAMILY ^_^